Selasa, 01 Juli 2014

Pahlawan Berselimut

Catatan harian
Episode:  Pahlawan  "Berselimut"

Sejenak berpikir berita tentang satelit Indonesia yang berhasil dimiliki kembali Indonesia, setelah sempat jadi milik negara tetangga, atas usaha  heroik Pak Tifatul Sembiring, Menteri Komunikasi dan Informatika.. ini gosip apa hoax? tiba-tiba redaktur menagih artikel...twing...yahh Tabletku tertekan ikon 'sampah', terhapus semua deh.
No problem, tinggal bongkar memori di kepala lagi, aku tak mau lama sesali, apapun yang terjadi, nikmati.....

29 April 2014.

Rencana ke Bekasi naik Kereta Api dari Station Ciputat jam 10 pagi batal, akibat kereta trouble. Kembali menantu menawarkan untuk diantar saja ke Salemba, biar nanti bisa bareng putriku dari sana ke Bekasi. Aku tetap memilih naik kereta. Akhirnya diantarlah aku ke Manggarai sekalian juga mengantar putraku yang balik lagi dampak  kereta trouble tadi.

Bagi pekerja yang tinggal diseputar komplek perumahan Ciputat Tangerang Selatan berkantor di Jakarta, moda transportasi Kereta Api dan baru berpaling jika keretanya harus direparasi. Sebab seandainya bawa mobil pribadi harus jam 6 pagi sudah keluar garasi untuk
menghindari macet dijalan. Aku makin paham kenapa putraku pilih naik Kereta Api, ketika menyaksikan disepanjang jalan kawasan 3 in 1  beberapa orang  melambaikan tangan, isyarat menjual jasa joki penumpang untuk melewati jalan dikawasan Kuningan.

Usai formalitas sweeping kendaraan masuk area kantor, putraku turun, giliran menantu gantikan posisi didepan untuk melanjutkan perjalanan...mutar dan memutar lagi akhirnya sampai di Station Manggarai. Bubar cipika cipiki, menantu bersama mobil Freed putihnya kembali melaju meninggalkan aku dibelantara manusia Jakarta.

Tuitttt...sinyal kereta dari arah Jakarta menuju Bekasi tiba.
Fenomena yang ada mematahkan perkiraanku bahwa naik kereta diatas jam masuk kerja lebih leluasa salah besar.
Penumpang yang  menumpuk akibat dari pagi belum terangkut kini berebut naik. Semua ingin masuk seketika, tak pedulikan etika untuk dahulukan lansia, meski untuk sebuah Gerbong Khusus Wanita. Aku nyaris tertinggal  bukan faktor usia, tapi 2 tas tentenganku sempat terhalang.
Jleg..kanan, jleg kiri...alhamdulillah 2 kaki sudah didalam, meski badan berhimpitan dan batas pandang hanya sampai bahu orang didepan, udara yang terhirup sepertinya asam arang yang dibuang dari  napas sesama penumpang. Ya Allah mohon dikuatkan, kujaga hati jangan muncul keluhan. Barulah ketika muatan satu satu keluar, di Jatinegara aku kebagian kursi. Oh ternyata gerbong ini ber AC, semilir kesejukan  mulai terasa. Gregg....kereta berhenti, bergegas aku turun di Station Cakung dan tak lama jarak tempuh, aku sudah bisa berteduh dirumah putriku di Bekasi, bagiMu ya Allah segala puji.

30 April 2014.
Perjalanan pulang ke Bandung dengan Kereta Api malam mencatat nuansa yang sungguh mencengang, nanti akan kuceritakan kehadiran Pahlawan "Berselimut". Taxi tiba di Station Gambir tepat adzan Magrib, kami bertiga : aku, putriku dan suami tercintanya langsung menuju Mushola dan selesai sholat naiklah kami ke lantai 2. Wouw... Lagu nostalgia ! Pas banget dengan suasana malam yang dingin. Kali ini managemen PT KAI pandai memanjakan Calon Penumpang, sungguh jauh beda dengan layanan penumpang Klas Ekonomi yang aku naiki kemarin siang.

Kami mencari posisi duduk jauh dari hingar bingar, agar suara drum tak terlalu menyambar. Kulirik jarum jam diposisi angka 6 lewat, masih panjang menunggu waktu berangkat. Kumanfaatkan berODOJ (One Day One Juz), antisipasi subuh kecapean, karena bakal sampai di Bandung larut malam.
Untuk membunuh waktu aku mendekati Klus Plus Mania, suasana hangat menyelimuti. Amboi...lagu lagunya menghantar anganku menjalar kemasa remaja ketika dilantunkan tembang 'Kembali ke Jakarta'.

Tepat jam 19.30 kereta Parahyangan Eksekutif bergerak. Dinginnya AC yang bagi semua penumpang sangat nyaman, bagiku merupakan siksaan. Kulirik seat sebelah kosong, mending aku mulai rebah, tapi dingin makin merambah, aku tak mampu sembunyikan gelisah.
Ya Allah hamba tak tahan, tolonglah alirkan kehangatan.
Tiba tiba putriku menghampiri dengan menenteng selimut. Belum habis kudibuat terkejut, sambil menyelimutiku dia bilang : "ini Akang yang selipkan dalam ranselnya Ma", dia ingat sewaktu tidur kemarin dirumah, meski kepanasan Mama tak mau menyalakan AC.
MasyaAllah, tak menyangka ada Pahlawan "Berselimut" dikereta, yang dikirim Allah melawan dinginnya AC, jadikan aku lelap dikursi hingga bermimpi. Ini rupanya jawaban Allah atas doaku.
Ya, dalam mimpiku naik kereta ekonomi, kembali berdiri, tapi bedanya aku nyaman, kanan kiriku ada spasi, hingga
Aku mampu melakukan ODOJ One Day One Juz) persis seperti yang tergambar penumpang kereta luar negeri yang dibawah akan aku suguhkan.
Begitu terbangun mata terantuk TV didinding sepi sendiri, siapa yang sudi menonton larut malam hanya untuk  promosi seputar Kereta Api ?

Roda kereta terakhir berputar tepat jam 22.30 malam.
Kumelangkah pelan dan ketika menuruni tangga  kereta kutinggalkan satu harapan, moga adegan dalam mimpiku menjadi kenyataan.
Bandung Juara.....aku pulaaaaang.

*kuhadiahkan caratan ini untuk salah satu putriku yang hari ini, 14 Mei milad.

Kamis, 26 Juni 2014

Menantuku Move On

Catatan Harian
                        Episode: Menantuku Move

25 April 2014.

Pergantian suasana rutinitas pagi. Betapa tidak? Biasanya hari Jum'at  pagi semuanya serba tergesa, agar tak meninggi matahari sampai ditempat kerja.
Tapi pagi ini aku dijemput pergi ke Jakarta untuk sebuah acara...Tra la la ....

Jam tiga sore acara usai, aku dijemput anak lelakiku pulang untuk menginap beberapa hari di rumahnya.
Berkumpul dengan cucu yang lucu, terobatlah rindu.
Tiba malam hari aku rebah, terbawalah ke alam mimpi suasana indah sejak pagi hari tinggalkan rumah.

26 April 2014.

Dini hari rutinitas tak beda dengan di rumah sendiri.
Jam tiga seusai mandi, pelan pelan diatas sajadah kuhampiri Dia dengan merapatkan dahi, sementara di samping kamarkupun besan-ibu dari menantu sudah lebih dahulu menghadap, jauh lebih sholehah dari aku.
Didapur terdengar menantu mencuci gelas, aku tetap diam dikamar hingga ODOJ (One Day One Juz) kholas, setelah itu kucari sapu bergegas.

Ck..ck..ck ..luar biasa menantuku kelola waktu.
Pas usai urusan dapur, balitanya bangun dari tempat tidur, dituntunnya mandi...byur byur.
Setengah tujuh, sambil panaskan mobil dia terus meladeni si kecil sebelum meluncur antar anak yang sulung kesekolah.
Pulang pulang menenteng dua plastik besar, katanya sengaja belok ke pasar.
Si kecil yang dari pagi main denganku-Omanya- tiba tiba pasang badan dikarpet , siap dengar Bundanya  mendongeng, dengan sabar diladeni pula celotehnya dari a sampai zet.
Perkiraanku menantu sejenak rehat, ...eh nyatanya duduk manis depan mesin jahit. " Aku selesaikan PR dari kursus kemarin dulu ya Ma", begitu katanya.
Wouw.....rupanya ada sesuatu yang baru ditekuni.
"Adik mau ikut jemput Teteh apa main sama Oma?" dia tanya pada cucu kecilku. " Ama Oma aja" spontan jawabnya....alhamdulillah cucuku sudah mulai lengket.
Jadilah siang hariku ceria bersama cucu hingga sore, karena bundanya lanjut tunggu kakaknya les piano.
Jam lima mereka baru sampai rumah dan tak buang waktu lagi sikecil digiring kekamar mandi. Aku sendiri dipesan untuk tidak memandikan, permintaannya itu disampaikan berbareng dengan aku  dicegah tak boleh ikut menyapu dan mengepel selama dirumahnya, aku harus benar benar rilek disana, layaknya dia punya tenaga extra, padahal pembantu kini tak lagi ada.
Besan saya juga praktis tak banyak bisa membantu, karena sibuk dengan kegiatan TPA yg dipimpinnya.
Tak lama berselang kami terlibat ngobrol, anak laki lakiku pulang dari tempat kerja. Nah kini menantu pindah perhatian mengurus perlengkapan mandi dan makan suaminya.
Oh, ada yang terlewat. Sebelum maghrib  cucu sulungku harus sudah makan, karena diagnosa dokter gejala diabetes, harus jalani diet. Meski baru gejala , tapi menantu serius dan disiplin dalam menu rendah karbo.
Beruntung anaknya kooperatif, meski jajan apapun tak ada toleransi. Ini pasti awalnya perlu pengawasan yang ketat sekali

Sampai disini pembaca berpikir apa istimewanya bukankah semua ibu rumah tangga begitu kesehariannya?
Ya memang, jika ini sudah dilakoninya sejak awal berumah tangga.
Tapi menantuku baru beberapa bulan berhenti dari kerja di perusahaan asing dan punya posisi pula.
Berhenti atas permintaan suami dari karier yang baru menanjak demi anak.....tak gampang...tapi nyatanya menantuku mampu jadi pemenang. Aku yang separuh usia habis dibelakang meja kerja angkat topi dengan keputusannya dan selang beberapa bulan saja mampu move on.
Penasaran aku ingin tahu bagaimana suasana hatinya, karena 2 hari di sana, nampak dia hepi hepi aja.
Sederhana dia menjawab. "Aku harus realistis Ma, bukankah istri harus menurut apa kata suami, meski meniti karier impianku sejak mahasiswa kini jadi ibu rumah tangga biasa.
MasyaAllah.....'bukan ibu rumah tangga biasa, mbak'  dalam hati aku timpali, tapi menurutku ruarrr biasa....

Pembaca....kusudahi tulisan ini, dengan mengusap airmata. Haru campur bahagia.
Doaku moga Allah hadiahkan kelak surga sesuai janjiNya karena ketaatan pada suaminya, dikaruniakan kesehatan  prima agar aktifitas yang menggunung tetap terjaga dan satu lagi cita-citanya yang sempat dibisikkan padaku, moga terlaksana....aamiin.
Apa itu cita-citanya?... Ahh yang ini rahasia.....pembaca.  :-)

Ps. Ini artikelku yang raih record pembaca terbanyak loooh. Dan foto ini adalah foto kedua anak menantuku :-)

Senin, 19 Mei 2014

Menangkap Tuhan diantara derasnya Jeram

                      Menangkap Tuhan diantara derasnya Jeram.

Biasanya tak pikir panjang, jika ada tawaran rekreasi dari kantor, tapi tidak untuk kali ini. Pengalaman masa kecil ketika kegiatan Pramuka bersampan, membuat takutku cukup beralasan, belum lagi aku harus melawan takut ketinggian. Sedang hati kecil bicara aku harus ikut, sayang terlewatkan begitu saja ajang kebersamaan. Deal! Aku daftar.

Konvoi Land Rover semarak, hingga tak terasa jauhnya jarak, sepanjang jalan bernyanyi, sorak sorai berlagak bak serombongan angkatan yang berangkat menuju medan perang. Aroma berlaga sudah kerasa, Aku jadi terbawa semangat, sedikit beda ketika turun aku tak berani ikut ikutan loncat, harus sedikit merangkak layaknya emaknya emak ,....maklum usia kepala lima, ha ha ...

Hup... Kakiku melompat ke perahu karet, menyusul rekan yang sudah lebih dulu naik. Dengan sekali dayung perahu karetpun bergerak menyusur sungai, sesekali daun  lebat menghambat laju perahu. Sesaat berputar menghindar ketika dihadang batu besar dan setelah itu...Bumm.. Allahu Akbar, Allahu Akbar perahu dibanting arus deras jeram,oleng beberapa saat sebelum mampu dikendalikan.
Dug dug jantung berdegup kencang, spontan mataku memejam, selintas peristiwa masa kecil tergambar,... arh aku tak mau mengingatnya, kugiring keluar dari benak takut semakin liar. Ya Robbi hanya kepadaMu segala urusan kusandar.

Dayung kami terus menyibak sungai yang sudah kembali tenang. Di bawah rintik hujan teamku cukup tangkas, meski sesekali perahu kandas. Perahu makin menghampiri hamparan  pemandangan menakjubkan, subhanallah...sebuah jeram dengan air sangat deras dan curam, artinya sebentar lagi perahu akan terpelanting lebih dahsyat. Gemuruh suara air yang terjun deras dari ketinggian sangat gaduh, menambah hati makin tak utuh, dengan posisi simpuh aku pasrah total, mata memejam, yang terlintas dipikiran  hanya Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang, tak ada lain.

Satu, dua...bumm.. Perahu terjun dan meluncur tak terkendali lalu menghilang ketika membelah derasnya jeram. Refleks kupegang kuat tali diatas perahu, seketika jiwa plas... terbang tinggi terus mengangkasa, kutangkap Tuhan berbareng dengan deras air jeram menghujani tubuhku bertubi tubi. Seketika...derr nyaman luar biasa menjalar keseluruh raga, amboi...nikmatnya klimaks. Rasa sambung denganNya tak mampu tepat kutumpahkan dalam kata, yang jelas tak ada lagi rasa  cemas yang menindas dada. Air mata bergulir jatuh. Bahagia, haru campur menyatu, mungkin seperti ini rasanya 'sakauw'. -Bedanya sensasi 'sakauw' ini kucapai setelah aku benar benar pasrah totalitas (khusyuk) menghadirkan Tuhan.

Sesaat setelah berganti seragam loreng, semua menuju lokasi Flying Fox. Bagi yang takut ketinggian tak ikut ambil peran. Lho kenapa aku tak lagi takut ketinggian yang diawal aku khawatirkan?  Dengan tenang kunaiki tangga dan setelah giliranku tiba kuraih belt, klik klik, semua sudah terkunci. Suuuuuut .....dengan tali pengaman aku meluncur. Begitu mata melihat ke bawah, subhananallah... kutangkap kembali Tuhan di ketinggian. Airmata  jatuh berulang, mentafakuri apa yang terpandang, ayat-ayatNya di ketinggian ini tak mampu kubilang.

Kuhabiskan isak tangisku ketika sujud di Mushola, bersyukur atas nikmat yang tak terukur, lama aku tersungkur. Setelah menjamak sholat Ashar dan Dluhur, bergegas kumenuju saung, karena waktu untuk istirahat dan makan siang tak panjang.

Dengan ferry kami menyeberang menuju kawasan hutan untuk bermain Pin Ball. Tak banyak yang bisa kuceritakan. Aku memisahkan diri dari pasukan tak berapa lama setelah kami dilepas ditengah hutan, kusengaja balik kanan. Dengan hati hati aku jalan diantara desingan tembakan, meski dada dan kepala sudah dilindungi, aku tak bergairah, memilih menyerah.

Usai permainan kebersamaan membentuk lingkaran, rombongan mengemasi bawaan, bersiap menuju mobil untuk berkonvoy lagi.
Di tengah jalan konvoi berhenti untuk sholat Maghrib dan makan malam. Di sini masing masing perwakilan diminta menyampaikan kesan. Rata rata kesannya seru, asyik sekaligus menegangkan.
Bagiku tak sekedar seru dan asyik. Kesan yang dalam bagiku ketika kuberhasil menangkap Tuhan, karena kini jiwaku kembali tercerahkan, setelah sekian lama buram, tak mampu menghadirkan khusyuk, alasannya satu kata ' sibuk '. 

Salam maniz,
Bagi yg pernah membaca tulisanku ini di www.pksbandung.com
aku haturkan terima kasih.

Jumat, 02 Mei 2014

Caleg Gagal? Tak jadi soal!

     Perhatikan gambar pemanis halaman ini. Apa komentar anda?
Narsis! Ya boleh, tapi bukan itu bahasannya sih.
Coba periksa detail gaun yang dikenakannya, kain halus berhias bordir ditangan leher dan bagian bawahnya, menyiratkan tak murah harga yang harus dibayar.
Dan...itu diperoleh cuma cuma, pembagian dari salah satu Caleg Partai sesuai warna yang diwakilinya, sebut saja Ibu Saenah (nama samaran). Sebagian andapun tentu ada yang mengalami hal yang serupa namun bentuk pemberiannya berbeda.
Apalagi yang bergabung dalam satu komunitas, tidaklah bisa mengelak pemberian dari Caleg yang tujuannya untuk mendulang suara.

     Masih segar dalam ingatan, jelang pesta demokrasi, masing-masing calon wakil rakyat berebut simpati, yang tebal modal tak sayang mensponsori seragam majelis taklim seperti Ibu Saenah,  berharap dapat dukungan suara di Pemilu Legislatif tanggal 9 April 2014 baru-baru ini.
Adab yang yang menerima bantuan tentu berterima kasih dan tak lupa mendoakan kebaikan bagi yang memberi.
Tak terkecuali aku karena sudah tercatat dalam grup majelis taklim ini tapi sekaligus aku tim sukses dari partai yang berseberangan dengan Ibu Saenah.
Aku berdoa senetral mungkin, moga jika beliau terpilih mendapat bimbinganNya agar mampu amanah dan jika tak terpilihpun semoga imannya tak goyah, tak salah menyikapi takdir dipihak yang kalah.

     Bagi kami ini ajang pembuktian bagi masyarakat, apakah benar simpati seorang anggota dewan tak hanya membeli suara dengan iming-iming materi yang ujungnya tak diingat lagi.
Nah, sementara pemilu makin mendekati hari pelaksanaan, makin gencar adu simpati, berbagai cara yang ditembuh para Caleg, makin kreatif ide untuk memanjakan calon pemilihnya. Ada yang mensponsori rekreasi hingga menjamin dengan memberian asuransi dan banyak lagi.

      Sebagai tim sukses kami punya cara sendiri dalam menarik simpati. Bukan dengan uang yang dihamburkan tapi lebih sentuhan personal. Yah.. operasi kami Pelayanan Kesehatan dan pemberian nasehat seputar Bagaimana Cara Hidup Sehat.
Mengapa cara ini ditempuh? Karena memang peduli kesehatan ini sudah lama digeluti Caleg yang kami usung, tinggal lebih diperluas saja wilayah pelayanannya.
Sepertinya sudah lekat dihati tim kami slogan  yang satu ini :  "Apapun Yang Terjadi Kami Tetap Melayani" atau yang populer dikenal #AYTKTM.

     Tiba saat yang menegangkan tiba, seluruh Caleg tentu berharap sama, walau dengan modal dan niat yang berbeda untuk bisa duduk dikursi anggota dewan kata sebagian orang itu 'mulia', padahal yang mulia dimata Allah seperti yang kita tahu itu 'orang yang paling bertaqwa'.

     Singkat kata Caleg Ibu Saenah tak menang dalam kompetisi juga Caleg yang kami usungpun gagal meraih kursi. Begitulah, takdir menjawab doa dengan caraNya.
Kemarin dalam pertemuan awal setelah Pemilu, kami bertemu dengan Ibu Saenah, wajahnya tak menyiratkan hati yang gundah ataupun imannya goyah.
Alhamdulillah, rupanya Allah masih menjaga iman dan akhlaknya.
Tak seperti sebagian Caleg Gagal yang ramai diperbincangkan dimasyarakat. Banyak ditemui yang menderita mulai dari stress ringan hingga stress tingkat tinggi yang endingnya harus berakhir masuk Rumah Perawatan Psikis.
Yang lebih menarik Caleg Gagal dari tim yang kami usung, karena diketahui salah satu profesinya sebagai Peruqyah Syar'iyah meski mengantongi gelar Insinyur, kemarin dihubungi keluarga Caleg Gagal dari partai lain untuk membantu meruqyah karena menderita stress ringan akibat tak bisa menerima kekalahan.
Lalu mengapa Caleg yang kami usung dan semua Caleg dari partai kami tidak ada yang stress?
Mungkin jawaban yang tepat karena Caleg dari partai kami Tidak Mencalonkan tapi Dicalonkan, setelah melalui penilaian personal dari Qiyadah/Pemimpin di Lingkungan Partainya.

     Gagal itu bagian dari Sunatullah dari setiap kompetisi, yang terpenting gagal tak harus mengakhiri pelayanan yang sudah menjadi pilihan perjuangan. Jadi Caleg Gagal? Tak jadi soal!